Ada banyak “upaya” untuk membuat ummat tersesat dan
ragu dengan Al Qur’an, mulai dari pembahasan kritik sejarah, penafsiran
intelektual, hermeuneutika untuk al qur’an, dan lain sebagainya.
Penemuan bilangan 19 dan keseimbangan al qur an
yang antara lain ditemukan oleh Rashad Khalifa (yang kemudian mengaku sebagai
nabi!!!) merupakan hal yang sangat istimewa ditinjau dari beragam pemahaman dan
penafsiran terhadap kitab Allah yang terakhir ini. Fahmi Basya (dosen UIN –
Matematika Al Qur’an) memberikan logika-logika kesalehan dan terobosan (lepas
dari benar tidaknya) memberikan gambaran tidak kalah indahnya mengenai kota Al
Qur’an, kekokohan bahasa yang matematis dan informasi lainnya (ikuti dalam
milis perpustakaan-terbuai@yahogroups.com). Begitu juga dengan
tulisan/telaahan Maurice Bucaille yang melakukan penganalisisan Sains dan Kitab
Wahyu, memberikan tambahan siraman keimanan yang amat berharga untuk
direnungkan.
Penemuan kekokohan bahasa al quran, informasi keseimbangan, bilangan 19, seolah-olah menjelaskan “bahwa sesungguhnya kamilah yang memelihara”. Berikut kutipan beberapa ayat :
Penemuan kekokohan bahasa al quran, informasi keseimbangan, bilangan 19, seolah-olah menjelaskan “bahwa sesungguhnya kamilah yang memelihara”. Berikut kutipan beberapa ayat :
QS Al Hud : 17. Apakah (orang-orang kafir itu
sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari
Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum
Al Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat? Mereka itu
beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka dan sekutu-sekutunya
yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya,
karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al
Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.
QS Al Baqarah 23. Dan jika kamu (tetap) dalam
keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
QS Yunus 37. Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. QS Al Baqarah 4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
QS Asy Syura 52. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
QS Al Hijr 9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. Bilangan 19, keseimbangan huruf pada ayat suci, posisi ayat, posisi surat, terhubungnya dengan ilmu pengetahuan (yang sangat boleh jadi pengetahuan manusia – teknologi – sains) masih sedikit dibanding informasi yang dikandung Al Qur’an; dan terutama QS Al Hijr 9, … dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya… seolah memastikan, memang model matematis yang dibangun pada ayat-ayat dan huruf al Qur’an itu, betul-betul mujizat tanpa tanding sepanjang peradaban manusia. Tantangan Allah juga, pada QS Al Baqarah 23 (buatlah satu ayat saja… ) menyadarkan kita bahwa memang manusia tidak akan mampu membuat, satu ayat saja dengan kekokohan matematis yang berada pada rangkaian “keajaiban sains” pada satu pernyataan berdimensi sosial.
Kritik sejarah penulisan, dan sejenisnya menjadi tidak relevan bahwa ayat ada yang dihilangkan, dikurangi, dan lain sebagainya. Kecanggihan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan justru memberikan warna betapa kokohnya susunan yang terjadi Al Qur an yang ditulis di abad ke 6 Masehi ini. Jadi, mengapa harus biarkan pikiran berkelana di ladang kebimbangan, berprasangka ketidaksesuaian terhadap kemajuan jaman.
QS Yunus 37. Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. QS Al Baqarah 4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
QS Asy Syura 52. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
QS Al Hijr 9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. Bilangan 19, keseimbangan huruf pada ayat suci, posisi ayat, posisi surat, terhubungnya dengan ilmu pengetahuan (yang sangat boleh jadi pengetahuan manusia – teknologi – sains) masih sedikit dibanding informasi yang dikandung Al Qur’an; dan terutama QS Al Hijr 9, … dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya… seolah memastikan, memang model matematis yang dibangun pada ayat-ayat dan huruf al Qur’an itu, betul-betul mujizat tanpa tanding sepanjang peradaban manusia. Tantangan Allah juga, pada QS Al Baqarah 23 (buatlah satu ayat saja… ) menyadarkan kita bahwa memang manusia tidak akan mampu membuat, satu ayat saja dengan kekokohan matematis yang berada pada rangkaian “keajaiban sains” pada satu pernyataan berdimensi sosial.
Kritik sejarah penulisan, dan sejenisnya menjadi tidak relevan bahwa ayat ada yang dihilangkan, dikurangi, dan lain sebagainya. Kecanggihan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan justru memberikan warna betapa kokohnya susunan yang terjadi Al Qur an yang ditulis di abad ke 6 Masehi ini. Jadi, mengapa harus biarkan pikiran berkelana di ladang kebimbangan, berprasangka ketidaksesuaian terhadap kemajuan jaman.
QS 11:1 Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang
ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang
diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
QS 11:14. Jika mereka yang kamu seru itu tidak
menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu
diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka
maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?
Pernyataan pada ayat di atas sangatlah menarik.
Disampaikan bahwa ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan
terperinci yang disusun dari Allah yang maha bijaksana dan maha tahu.
Seterperinci apakah?, sedalam apakah?. Kita manusia dengan segala peradabannya,
belum tentu mampu menyingkap semua keterperinciannya, bahkan mungkin sampai
hari penghacuran tiba. Yang menarik Surat Besi pada Al Qur’an ini memiliki
kesesuaian antara kenyataan tentang besi dan susunan ayat, penempatan, dan
lain-lainnya pada surat besi. Ayat yang tersaji seolah memerincikan tentang
Besi. “Miracle” ini kemudian dipahami setelah ilmu pengetahuan memahami
tentang unsur Besi ini. Kadang, terpikir oleh saya, apakah para ilmuwan Islam
(jika memang punya kemampuan dan semangat meneliti) memiliki juga kemampuan
untuk memahami ayat lebih dari sekedar menghubung-hubungkan, tapi memang
menemukan sesuatu yang baru dan kemudian menerapkannya ?.
Berikut ini saya kutipkan tulisan buku karya Arifin
Muftie MATEMATIKA ALAM SEMESTA Bab 9 yang bukunya diterbitkan oleh PT Kiblat
Buku Utama Bandung, 2004. Perihal unsur logam besi ini juga, kalau saya tak
salah merupakan kutipan (tapi saya lupa sumbernya aslinya). Berikut ini, bagian
yang penting mengulas tentang unsur ini :
Surat Besi (Hadid) turun di antara masa-masa Perang Uhud, pada awal terbentuknya Negara Islam di Medinah. Oleh karena itu, bisa dipahami jika cukup banyak ayat yang memerintahkan pembaca untuk menafkahkan harta bagi kepentingan umum. Nama surat terambil dari kalimat wa anzalnal-hadida, ayat 25. Ayat seperti ini, menurut pandangan Malik Ben Nabi, laksana “kilauan anak panah” yang menarik perhatian bagi kaum ber�akal; yang diselipkan di antara pelajaran-pelajaran yang menyangkut ketuhanan.
Surat Besi (Hadid) turun di antara masa-masa Perang Uhud, pada awal terbentuknya Negara Islam di Medinah. Oleh karena itu, bisa dipahami jika cukup banyak ayat yang memerintahkan pembaca untuk menafkahkan harta bagi kepentingan umum. Nama surat terambil dari kalimat wa anzalnal-hadida, ayat 25. Ayat seperti ini, menurut pandangan Malik Ben Nabi, laksana “kilauan anak panah” yang menarik perhatian bagi kaum ber�akal; yang diselipkan di antara pelajaran-pelajaran yang menyangkut ketuhanan.
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan
Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan
supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa.”
(al-Hadid 57: 25).
Karakter pertama yang menarik perhatian adalah banyak
penafsir menghindari terjemahan wa ansalnal-hadida dengan “Kami ciptakan besi”,
padahal secara intrinksik seharusnya. “Kami turunkan besi”, sebagaimana
terjemahan “Kami turun�kan bersama mereka al-Kitab dan
mizan (keadilan, keseimbangan, keselarasan, kesepadanan)”. Mengapa demikian?
Karena dalam bayangan mufasir klasik, bagaimana caranya besi diturunkan dari
langit? Apakah dijatuhkan begitu saja?
Namun seiring dengan perkembangan waktu, pengetahuan
manusia bertambah. Ilmuwan seperti Profesor Armstrong dari NASA atau Mohamed
Asadi berpandangan bahwa “memang besi diturunkan dari langit”.
Sains memberikan informasi kepada kita bahwa besi
termasuk logam berat tidak dapat dihasilkan oleh bumi sendiri.
Elemen Berat Besi, Fe-57
Karakter ketiga berhubungan
dengan elemen kimia dalam tabel periodik. Kita tidak mungkin menafsirkan Surat
Besi tanpa “membedah” elemen kimia besi berikut karakterisistiknya, yang
berhubungan dengan kata al- hadid. Tanpa mengenal sifat�sifat besi, pembaca tidak akan
mengetahui “keindahan” Surat Besi ini, yang diletakkan pada nomor 57.
Nilai kata atau al-jumal al-hadid
adalah 57. Terdiri dari a! (31) dan hadid (26). Tabel al-jumal bisa dilihat
pada Tabe15.4.
Alif = 1, Lam = 30, Ha’ = 8,
Dal= 4, Ya’ = 10, Dal = 41 + 30 + 8 + 4 + 10 + 4 = 31 + 26 = 57.
Fakta Pertama
Fakta menunjukkan bahwa besi
atau al-hadid mempunyai nilai (al-juntal) 57, sama dengan nomor suratnya, atau
(19 x 3). Kelipatan 19 dengan koefisien angka 3.
Besi, menurut Peter Van
Krogt ahli elementimologi, telah lama digunakan sejak zaman prasejarah, 7
generasi sejak Adam as. Besi adalah salah satu elemen berat, dengan simbol Fe,
atau ferrum, yang berarti “elemen suci” dari kata Iren (Anglo-Saxon). Diberi
nama ferrum, ketika pemerintahan Romawi, kaisar Roma yang bernama Marcus
Aurelius dan Commodus menghubung�kan dengan mitos Planet Mars. Ilmu kimia modern mengatakan bahwa besi atau
Fe ini mempunyai 8 isotop, di mana hanya 4 isotop saja yang stabil, yaitu
dengan simbol Fe-54, Fe-56, Fe-57, dan Fe-58 (lihat Tabel 9.1).
ISOTOP BESI
Isotop Waktu Paruh Isotop Waktu Paruh
Fe-.52 8.3 jam FP-57 Stabil
Fe-54 Stabil Fe-58 Stabil
Fe-55 2.7 tahun Fe-59 54.5 hari
Fe-56 Stabil Fe-60 1.500.000 tahun
Fe-.52 8.3 jam FP-57 Stabil
Fe-54 Stabil Fe-58 Stabil
Fe-55 2.7 tahun Fe-59 54.5 hari
Fe-56 Stabil Fe-60 1.500.000 tahun
Besi mempunyai nomor atom
26, posisinya terletak di tengah-tengah tabel periodik. Sedangkan Fe-57,
salah satu isotop besi yang stabil mempunyai 31 neutron. Ini berbeda dengan
isotop stabil lainnya, misalnya Fe-56 mempunyai 30 neutron dan Fe-58 mempunyai
32 neutron. Fe-57 juga diketahui mempunyai “ionisasi energi” tingkat ke-3,
sebesar 2957 jk/mol (dibulatkan), energi yang keluar untuk mengubah
status Fe+2 ke Fe+3. Besi sendiri mempunyai 4 tingkatan energi–itulah mengapa
hanya 4 isotop saja yang stabil. Terakhir yang tidak kalah penting, Fe-57 juga
diketahui mempunyai massa atom sebesar 56,9354.
Fakta Kedua
Begitu kita mengenal
karakterisitik besi, kita mendapat gambaran banyak hal, misalnya:
• Salah satu isotop besi yang stabil, Fe-57, mempunyai nomor simbol sama dengan nomor Surat al-Hadid, dan al-jumal dari al-hadid adalah 57 juga.
• Besi mempunyai nomor atom 26, ditunjukkan oleh al-jumal kafa hadid.
• Fe-57 mempunyi elektron 31 buah, ditunjukkan oleh al�jumal dari kata “al”.
• Koefisien 3, dari (19 x 3), ditunjukkan dengan ionisasi tingkat energi ke-3 yang dilepas sebesar 2957 jk/mol. Surat al Hadid mempunyai ayat berjumlah 29 buah atau kodetifikasi 2957.
• Peneliti al-Qur’an dari kelompok Fakir 60 di Amerika Serikat menjelaskan bahwa banyaknya kata dalam surat ini seluruhnya adalah 574 kata, sedangkan banyaknya kata dari awal surat sampai dengan ayat ke-25 (kata pertama) adalah 451. Bilangan 574 menunjukkan “Fe-57 adalah salah satu isotop yang stabil dari 4 isotop yang ada” atau berarti juga “yang mempunyai 4 tingkatan energi”.
• Bilangan 451, banyaknya kata, adalah jumlah bilangan nomor simbol kedelapan isotop besi: Fe-52, Fe-54, Fe-55, Fe�56, Fe-57, Fe-58, Fe-58, sampai Fe-60; yaitu 52 + 54 + 55 + 56 + 57+ 58 + 59 + 60 = 451.
• Enkripsi pada keempat isotop stabil, Fe-54, Fe-56, Fe-57, dan Fe-58 merupakan kelipatan 19 atau: 54565758 = 19 x 2871882
• Demikian juga massa atom Fe-57, 56.9354 adalah: 569354 = 19 x 29966
• Bukan suatu kebetulan, jika nomor surat dan nomor ayat besi (QS 57: 25) ditunjukkan dengan angka 19.
• Salah satu isotop besi yang stabil, Fe-57, mempunyai nomor simbol sama dengan nomor Surat al-Hadid, dan al-jumal dari al-hadid adalah 57 juga.
• Besi mempunyai nomor atom 26, ditunjukkan oleh al-jumal kafa hadid.
• Fe-57 mempunyi elektron 31 buah, ditunjukkan oleh al�jumal dari kata “al”.
• Koefisien 3, dari (19 x 3), ditunjukkan dengan ionisasi tingkat energi ke-3 yang dilepas sebesar 2957 jk/mol. Surat al Hadid mempunyai ayat berjumlah 29 buah atau kodetifikasi 2957.
• Peneliti al-Qur’an dari kelompok Fakir 60 di Amerika Serikat menjelaskan bahwa banyaknya kata dalam surat ini seluruhnya adalah 574 kata, sedangkan banyaknya kata dari awal surat sampai dengan ayat ke-25 (kata pertama) adalah 451. Bilangan 574 menunjukkan “Fe-57 adalah salah satu isotop yang stabil dari 4 isotop yang ada” atau berarti juga “yang mempunyai 4 tingkatan energi”.
• Bilangan 451, banyaknya kata, adalah jumlah bilangan nomor simbol kedelapan isotop besi: Fe-52, Fe-54, Fe-55, Fe�56, Fe-57, Fe-58, Fe-58, sampai Fe-60; yaitu 52 + 54 + 55 + 56 + 57+ 58 + 59 + 60 = 451.
• Enkripsi pada keempat isotop stabil, Fe-54, Fe-56, Fe-57, dan Fe-58 merupakan kelipatan 19 atau: 54565758 = 19 x 2871882
• Demikian juga massa atom Fe-57, 56.9354 adalah: 569354 = 19 x 29966
• Bukan suatu kebetulan, jika nomor surat dan nomor ayat besi (QS 57: 25) ditunjukkan dengan angka 19.
5+7+2+5=19.
• Bukan pula suatu kebetulan jika Surat Besi
diletakkan di tengah-tengah al-Qur’an, sebagaimana elemen besi nomor 26
terletak di tengah-tengah tabel periodik.
• Dari sisi matematika, angka 57 clan 29 tergolong ajaib ka�rena angka-angka tersebut merupakan:
• 57�29= 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 +…+ 57 atau (19 x 87)
Kata “besi” dalam al-Qur’an disebut 9 kali dalam 6 ayat yang berbeda. Surat Besi ini menunjukkan keistimewaannya dengan berbagai cara, di antaranya adalah besi diturunkan secara intrinksik dari langit melalui meteorit pada awal terbentuknya bumi, miliaran tahun yang lalu. Besi diketahui mempunyai kekuatan yang dahsyat: inti besi dan nikel membentuk perisai medan magnet bumi dengan energi yang luar biasa untuk menahan solar flares dan badai magnetik angkasa. Sedangkan nomor surat 57 sama dengan al-jumal dari al-hadid (57). Surat ini juga memperlihatkan karakter Fe-57, salah satu isotop besi yang stabil. Selain itu, ditunjukkan dengan kodetifikasi nomor atom (26) dan jumlah elektron (31) yang mengelilingi inti atom besi. Kodetifikasi surat dan ayat juga ditunjuk�kan dengan jumlah digit nomor surat dan ayat besi (al-Hadid 57: 25), yaitu bilangan 19.
Subhanallah, alangkah rapinya, Allah menyusun penjelasan melalui wahyuNya. Tidak ada manusia yang menyusun suatu uraian pada suatu objek dengan rangkaian yang menjelaskan setiap huruf dan posisinya justru pada objek itu sendiri. Memang benarlah, tantangan Allah kepada musia dan jin, tak akan mampu membuat satu surat pun, meskipun saling tolong menolong. Penyusunannya menggunakan ilmu Allah yang tak terpesepsikan luasnya oleh ciptaanNya.
• Dari sisi matematika, angka 57 clan 29 tergolong ajaib ka�rena angka-angka tersebut merupakan:
• 57�29= 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 +…+ 57 atau (19 x 87)
Kata “besi” dalam al-Qur’an disebut 9 kali dalam 6 ayat yang berbeda. Surat Besi ini menunjukkan keistimewaannya dengan berbagai cara, di antaranya adalah besi diturunkan secara intrinksik dari langit melalui meteorit pada awal terbentuknya bumi, miliaran tahun yang lalu. Besi diketahui mempunyai kekuatan yang dahsyat: inti besi dan nikel membentuk perisai medan magnet bumi dengan energi yang luar biasa untuk menahan solar flares dan badai magnetik angkasa. Sedangkan nomor surat 57 sama dengan al-jumal dari al-hadid (57). Surat ini juga memperlihatkan karakter Fe-57, salah satu isotop besi yang stabil. Selain itu, ditunjukkan dengan kodetifikasi nomor atom (26) dan jumlah elektron (31) yang mengelilingi inti atom besi. Kodetifikasi surat dan ayat juga ditunjuk�kan dengan jumlah digit nomor surat dan ayat besi (al-Hadid 57: 25), yaitu bilangan 19.
Subhanallah, alangkah rapinya, Allah menyusun penjelasan melalui wahyuNya. Tidak ada manusia yang menyusun suatu uraian pada suatu objek dengan rangkaian yang menjelaskan setiap huruf dan posisinya justru pada objek itu sendiri. Memang benarlah, tantangan Allah kepada musia dan jin, tak akan mampu membuat satu surat pun, meskipun saling tolong menolong. Penyusunannya menggunakan ilmu Allah yang tak terpesepsikan luasnya oleh ciptaanNya.
1-Aksioma
Ilmu eksak dalam Al-Quran diawali
dengan sebuah aksiomoa baru yang sebelumnya tidak diketahui manusia. Seperti
disebut pada surat Al-‘Alaq.
“ Dia mengajar manusia apa-apa
yang belum mereka kektkahui”
(Al-Quran, surat Al-‘Alaq,
ke 96 ayat 6).
Aksioma baru yang dicontohkan
dalam Al-Quran antara lain bilangan 19. Yaitu
dengan cara dilihatkan sering muncul bilangan 19 pada Al-Quran. Pertanyaannya
:”Mengapa 19 jadi aksdioma karena sering muncul ?”. Contohnya seperti ini:”Jika
seorang guru menyuruh anak menggambar tangan, maka kalau ada anak yang
menggambar jari 4, maka guru akan mengatakan salah”. Mengapa
salah dan mengapa benar ?. Jawabnya:”Karena sering manusia lahir dengan
jari lima”. Jadi kata “sering” telah dijadikan modal kebenaran. Ini yang
dimaksud AKSIOMA pada bab ini.
Contoh sederhana dari Aksioma 19 itu al :
- Basmalah 19 huruf
- Huruf Al-Quran = 330733 = 17407 x 19
- Surat Al-Quran = 114 = 6 x 19
- Surat yang ayatnya tidak lebih 10 ayat ada 19 surat.
- dan banyak lagi yang lain.
Perlu diketahui bahwa jari tangan
dan tapak tangan manusia ada 19
Keotentikan
Al-Quran
Al-Quran Al-Karim memperkenalkan
dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan
kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu
dipelihara. Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu lahafizhun (Sesungguhnya
Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-pemelihara-Nya) (QS 15:9).
Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran,
jaminan yang diberikan atas dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta
berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh
manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap Muslim percaya bahwa apa yang
dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda sedikit pun dengan apa
yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh
para sahabat Nabi saw.
Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh
bukti-bukti lain? Dan, dapatkah bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk
mereka yang tidak percaya akan jaminan Allah di atas? Tanpa ragu kita mengiyakan
pertanyaan di atas, karena seperti yang ditulis oleh almarhum ‘Abdul-Halim
Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar: “Para orientalis yang dari saat ke saat
berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk
meragukan keotentikannya.”1 Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti kesejarahan yang
mengantarkan mereka kepada kesimpulan tersebut.
Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada
baiknya saya kutipkan pendapat seorang ulama besar Syi’ah kontemporer, Muhammad
Husain Al-Thabathaba’iy, yang menyatakan bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas
dan terbuka, sejak turunnya sampai masa kini. Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak
dahulu sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya Al-Quran tidak membutuhkan
sejarah untuk membuktikan keotentikannya. Kitab Suci tersebut lanjut
Thabathaba’iy memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman Allah dan membuktikan
hal tersebut dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya. Ini
sudah cukup menjadi bukti, walaupun tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah satu
bukti bahwa Al-Quran yang berada di tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang
turun kepada Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan –tulis Thabathaba’iy
lebih jauh– adalah berkaitan dengan sifat dan ciri-ciri yang diperkenalkannya
menyangkut dirinya, yang tetap dapat ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.2
Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah,
juga mengemukakan bahwa dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus
jaminan akan keotentikannya.3
Huruf-huruf hija’iyah yang terdapat pada awal beberapa
surah dalam Al-Quran adalah jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh
Rasulullah saw. Tidak berlebih dan atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang
digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah
huruf-huruf B(i)sm Ali(a)h Al-R(a)hm(a)n Al-R(a)him. (Huruf a dan i dalam
kurung tidak tertulis dalam aksara bahasa Arab).
Huruf (qaf) yang merupakan awal
dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali atau 3 X 19.
Huruf-huruf kaf, ha’, ya’, ‘ayn,
shad, dalam surah Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali atau 42 X 19.
Huruf (nun) yang memulai surah
Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19. Kedua, huruf (ya’) dan (sin) pada
surah Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau 15 X 19. Kedua huruf
(tha’) dan (ha’) pada surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 kali,
sama dengan 19 X 18.
Huruf-huruf (ha’) dan (mim) yang
terdapat pada keseluruhan surah yang dimulai dengan kedua huruf ini, ha’ mim,
kesemuanya merupakan perkalian dari 114 X 19, yakni masing-masing berjumlah
2.166.
Bilangan-bilangan ini, yang dapat
ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran, oleh Rasyad Khalifah, dijadikan
sebagai bukti keotentikan Al-Quran. Karena, seandainya ada ayat yang berkurang
atau berlebih atau ditukar kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang
lain, maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau.
Angka 19 di atas, yang merupakan
perkalian dari jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran
sendiri, yakni yang termuat dalam surah Al-Muddatstsir ayat 30 yang turun dalam
konteks ancaman terhadap seorang yang meragukan kebenaran Al-Quran.
Demikianlah sebagian bukti
keotentikan yang terdapat di celah-celah Kitab Suci tersebut.
Al-Quran Al-Karim turun dalam
masa sekitar 22 tahun atau tepatnya, menurut sementara ulama, dua puluh dua
tahun, dua bulan dan dua puluh dua hari.
Ada beberapa faktor yang terlebih
dahulu harus dikemukakan dalam rangka pembicaraan kita ini, yang merupakan
faktor-faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Quran.
(1) Masyarakat Arab, yang hidup
pada masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis.
Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan,
orang Arab –bahkan sampai kini– dikenal sangat kuat.
(2) Masyarakat Arab –khususnya
pada masa turunnya Al-Quran– dikenal sebagai masyarakat sederhana dan
bersahaja: Kesederhanaan ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang
cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.
(3) Masyarakat Arab sangat
gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan melakukan
perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
(4) Al-Quran mencapai tingkat
tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat mengagumkan bukan saja bagi
orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa
tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya
mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh kaum Muslim. Kaum Muslim,
disamping mengagumi keindahan bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya,
serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan
akhirat.
(5) Al-Quran, demikian pula Rasul
saw., menganjurkan kepada kaum Muslim untuk memperbanyak membaca dan
mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat sambutan yang hangat.
(6) Ayat-ayat Al-Quran turun
berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan peristiwa-peristiwa yang
mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Disamping itu,
ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah
pencernaan maknanya dan proses penghafalannya.
(7) Dalam Al-Quran, demikian pula
hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang mendorong para sahabatnya
untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita
–lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan Firman-firman Allah atau sabda
Rasul-Nya.
Faktor-faktor di atas menjadi
penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat Al-Quran. Itulah sebabnya,
banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat ratusan sahabat
Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam peperangan Yamamah, yang
terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang dari
tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.4
Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal
ayat-ayat Al-Quran, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu,
beliau tidak hanya mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah
menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil
sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang
baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam
surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu,
kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang
menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat
tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya disamping kemungkinan
besar tidak mencakup seluruh ayat Al-Quran. Kepingan naskah tulisan yang
diperintahkan oleh Rasul itu, baru dihimpun dalam bentuk “kitab” pada masa
pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a.
0 komentar:
Posting Komentar